Selasa, 14 Juni 2016

Makalah HAM dan Rule of Law



KATA PENGANTAR


Puja dan Puji Syukur hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kasih sayang-Nya dan memberikan waktu kepada penulis untuk menyelesaikan tugas makalah matakuliah Kewarganegaraan yang berjudul “Hak Asasi Manusia dan Rule of Law” Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Makalah tentang ulasan mengenai Hak Asasi Manusia dan Rule of Law ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kewarganegaraan. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi lebih jauh mengenai pengertian, konsep dasar Rule of Law serta mengenai hubungnanya dengan negara dan HAM kepada pembaca.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran baik secara tertulis ataupun secara lisan, khususnya kepada Dosen pengampu mata kuliah Kewarganegaraan Bapak Susila agar penulis bisa mengembangkan ilmu pengetahuannya, khususnya memahami tentang Kewarganegaraan pada materi ini.




Bandung, 7 April 2016


Penulis






DAFTAR ISI







BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun.Hak Asasi merupakan sebuah bentuk anugrah yang diturunkan oleh Tuhan sebagai sesuatu karunia yang paling mendasar dalam hidup manusia yang paling berharga. Hak Asasi dilandasi dengan sebuah kebebasan setiap individu dalam menentukan jalan hidupnya, tentunya Hak asasi juga tidak lepas dari kontrol bentuk norma-norma yang ada. Hak-hak ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa membeda-bedakan suku, golongan, keturunanan, jabatan, agama dan lain sebagainya antara setiap manusia yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.
Terkait tentang hakikat hak asasi manusia, maka sangat penting sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-masing individu. Namun pada kenyataannya, kita melihat perkembangan HAM di Negara ini masih banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering kita temui.
Rule of Law adalah suatu doktrin yang mulai muncul pada abad ke 19, bersamaan dengan kelahiran Negara konstitusi dan demokrasi. Rule of Law merupakan konsep tentang common law dimana segenap lapisan masyarakat dan Negara beserta seluruh kelembagaannya menjungjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Ada tidaknya Rule of Law dalam suatu Negara ditentukan oleh kenyataan apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil baik sesama warga Negara maupun pemerintah

1.2 Rumusan masalah

            Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
a. Apa pengertian dan ruang lingkup Hak Asasi Manusia dan Rule of Law
b. Bagaimana perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
c. Apa saja pelanggaran Hak Asasi Manusia


1.3 Tujuan penulisan

            Adapun tujuan penulisan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui pengertian Hak Asasi Manusia dan Rule of Law, serta mengetahui ruang lingkup Hak Asasi Manusia dan Rule of Law
b. Untuk mengetahui perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
c. Untuk mengetahui pelanggaran apa sajakah yang sering terjadi terkait dengan Hak Asasi Manusia maupun Rule of Law


BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Hak Asasi Manusia

2.1.1 Pengertian

HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia dan tanpa hak-hak itu, manusia tidak dapat hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya didalam kehidupan masyarakat (Tilaar, 2001). HAM bersifat umum (universal) karena diyakini bahwa beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis kelamim. HAM juga bersifat supralegal, artinya tidak tergantung pada adanya suatu negara atau undang-undang dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi karena berasal dari sumber yang lebih tinggi (Tuhan). UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM mendefinisikan HAM sebagai seperngkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Hendarmin Ranadireksa memberikan definisi mengenai hak asasi manusia, yaitu pada hakikatnya hak asasi manusia adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi warga negara mdari kemungkinan penindasan, pemasungan, atau pembatasan ruang gerak warga negara oleh negara. Artinya, ada pembatasan-pembatasanm tertentu yang diberlakukan pada negara agar hak warga negara yang paling hakiki terlindungi dari kesewenang-wenangan kekuasaan.

2.1.2 Ciri Pokok dan Tujuan HAM

Dasar Hak Asasi Manusia adalah manusia berada dalam kedudukan yang sejajar dan memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai macam aspek untuk mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri pokok hakikat HAM, yaitu sebagai berikut :
·         HAM tidak perlu diberikan, dibeli maupun diwarisi.HAM merupakan bagian dari manusia secara otomatis .
·         HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, atau asal-usul sosial bangsanya.
·         HAM tidak bisa dilanggar.Tidak sdorangpun mempunyai hak untuk melanggar dan membatasi hak orang lain.
Tujuan Hak Asasi Manusia adalah :
·         HAM adalah alat untuk melindungi orang dari kekerasan dan kesewenang-wenangan.
·         HAM mengenmbangkan saling menghargai antar manusia
·         HAM mendorong tindakan yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab untuk menjamin bahwa hak-hak orang lain tidak dilanggar

2.1.3 Macam-macam Hak Asasi Manusia

       Hak asasi manusia menurut sifat/masyarakat pada umumnya, hak asasi manusia dapat dibagi enam macam,yaitu:
·    Hak asasi pribadi (personal right)  yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.
·    Has asasi ekonomi (proverty right), yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli, dan menjual sesuatu serta memanfaatkannya.
·    Hak asasi politik (political right), yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak memilih (hak memilih dan dipilih dalam pemilu), hak untuk mendirikan partai politik dan sebagainya.
·    Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (right legal equality)
·    Hak asasi sosial dan kebudayaan (social and culture right), yaitu hak untuk memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
·    Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlidungan (procedural right), misalnya perlakuaan dalam hal penahanan. penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.

2.1.4 HAM di Indonesia

Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku tiga undang-undang dalam 4 periode, yaitu :
a. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945,
b. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
c. Periode 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959, berlaku UUDS 1950.
d. Periode 5 Juli 1959 sampai sekarang, berlaku kembali UUD 1945.
Pencantuman pasal-pasal tentang Hak-hak Asasi Manusia dalam tiga UUD tersebut berbeda satu sama lain. Dalam UUD 1945 butir-butir Hak Asasi Manusia hanya tercantum beberapa saja. Sementara Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 hampir bula-bulat mencantumkan isi Deklarasi HAM dari PBB. Hal demikian ini karna memang situasinya sangat dekat dengan Deklarasi HAM PBB yang masih aktual. Di samping itu terdapat pula harapan masyarakat dunia agar deklarasi HAM PBB dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar atau perundangan lainnya di negara-negara anggota PBB, agar secara yuridis formal HAM dapat berlaku di negara masing-masing.
Ketika UUD 1945 berlaku kembali sejak 5 Juli 1959, secara yuridis formal, hak-hak asasi manusia tidak lagi lengkap seperti Deklarasi HAM PBB, karena yang terdapat di dalam UUD 1945 hanya berisi beberapa pasal saja, khususnya pasal 27, 28, 29, 30 dan 31. Pada awal Orde baru saja tujuan Pemerintah adalah melaksanakan hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945 serta berupaya melengkapinya. Tugas  untuk melengkapi HAM ini ditanda tangani oleh sebuahh panitia MPRS yang kemudian menyusun Rancangan Piagam Hak-hak Asasi Manusia serta hak-hak dan Kewajiban warganegara yang dibahas dalam sidang MPRS tahun 1968. Dalam pembahasan ini sidang MPRS menemui jalan buntu, sehingga akhirnya dihentikan. Begitu pila setelah MPR terbentuk hasil pemilihan umum 1971 persoalan HAM tidak lagi diagendakan, bahkan dipeti-eskan sampai tumbangnya Orde Baru di tahun 1998 yang berganti dengan era Reformasi. Pada awal Reformasi itu pula diselenggarakan sidang istimewa MPR tahun 1998 yang salah satu ketetapannya berisi Piagam HAM.

2.1.5 Lembaga penegak HAM

            Hak asasi manusia merupakan hak yang harus dilindungi, baik oleh individu, masyarakat maupun oleh Negara. Hal ini dikarenakan Hak Asasi Manusia merupakan hak paling asasi yang dimiliki oleh manusia sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan. Oleh sebab itu, HAM harus dijaga, dihormati dan ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tidak seorangpun berhak untuk melanggar hak asasi yang dimiliki oleh manusia dengan alasan apapun.
            Untuk merealisasikan penegakan HAM di Indonesia, telah dibentuk suatu komisi mengenai hak asasi manusia. Dasar hukum bagi penegakan HAM di Indonesia sudah sangat jelas, baik melalui UUD, ketetapan MPR maupun perundang-undangan, baik yang sudah disahkan, maupun ratifikasi dari konvensi hak asasi manusia yang ada di dunia Internasional.

2.1.6 Komisi Nasional HAM

Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga Negara lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak asasi manusia.
Tujuan Komnas HAM antara lain :
1.      Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
2.      Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan

2.1.7  Hak Asasi Manusia Dalam Perundang-undangan Nasional

            Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
            Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat, karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang antara lain melalui amandemen dan referendum. Sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM melalui TAP MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan sangsi hokum bagi pelanggarnya. Sedangkan pengaturan HAM dalam bentuk Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan

2.1.8  Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia bersifat universal, yang artinya berlaku dimana saja, untuk siapa saja, dan tidak dapat diambil siapapun. Hak-hak tersebut dibutuhkan individu melindungi diri dam martabat kemanusiaan, juga seagai landasan moral dlam bergaul dengan sesama manusia. Meskipun demikian bukan berarti manusia dengan hak-haknya dapat berbuat sesuka hatinya maupun seenak-enaknya.
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirksn tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Kasus Ham sering kali terjadi, tidak hanya di Indonesia tapi juga dinegara-negara lain di dunia. Di Indonesia sendiri kasus seperti ini masih sering terjadi walaupun sudah ada lembaga yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham). Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat.
Banyak macam Pelanggaran HAM di Indonesia, dari sekian banyak kasus ham yang terjadi, tidak sedikit juga yang belum tuntas secara hukum, hal itu tentu saja tak lepas dari kemauan dan itikad baik pemerintah untuk menyelesaikannya sebagai pemegang kekuasaan sekaligus pengendali keadilan bagi bangsa ini.
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1)      Pembunuhan masal (genosida: setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa)
2)      Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3)      Penyiksaan
4)      Penghilangan orang secara paksa
5)      Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
a.       b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1.      Pemukulan
2.      Penganiayaan
3.      Pencemaran nama baik
4.      Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5.      Menghilangkan nyawa orang lain
Penindakan terhadap pelanggaran HAM dilakukan melalui proses peradilan HAM mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat nondiskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Pengadilan Umum.
Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hokum Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Pengadilan HAM bertugas memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Pengadilan HAM berwewenang juga memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berada dan dilakukan diluar batas territorial wilayah Negara Republik Indonesia oleh warga Negara Indonesia.

2.2 Rule of Law

Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peren parlemen dalam penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi sebagai negara absolut yang berkembamng sebalumnya. Rule of law  merupakan konsep tentang cammon law dimana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarin. Rule of law adalah rule by the law dan bukan rule by the man. Ia lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja ningrat, dan kerajaan; menggeser negara kerajaan; dan memunculkan negara konstitusi, asal lahirnya doktrin rule of law. Ada tidaknya rule of law dalam suatu negara ditentukan oleh kenyataan apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti perlakuaan yang adil, baik sesama warga negara maupun pemerintah. Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku disuatu negara merupakan suatu premis bahwa kaidah-kaidah yang dilaksanakan itu merupakan hukum yang adil, artinya kaidah hukum yang menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.

2.2.1 Pengertian dan Lingkup Rule Of Law

Friedman (1995) membedakan rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materiil (ideologikal). Secara formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya negara. Sementara itu , secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan rule of law karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan keadilan sehingga rule of law harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat/bangsa.
Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui perbuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, dan tidak memihak, tidak personal, dan otonom.

2.2.2 Prinsip-prinsip Rule of Law

    Pengertian Rule of Law tidak dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum atau rechts staat. Meskipun demikian dalam negara yang menganut sistem Rule of Law harus memiliki prinsip-prinsip yang jelas, terutama dalam hubungannya dengan realisasi Rule of Law itu sendiri. Menurut Albert Venn Dicey dalam “Introduction to the Law of The Constitution, memperkenalkan istilah the rule of law yang secara sederhana diartikan sebagai suatu keteraturan hukum. Menurut Dicey terdapat 3 unsur yang fundamental dalam Rule of Law, yaitu:
1)       supremasi aturan aturan hukum,tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau memang melanggar hukum;
2)       kedudukanmya yang sama dimuka hukum. Hala ini berlaku baik bagi masyarakat biasa maupun pejabat negara; dan
3)       terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-Undang serta keputusan pengadilan.

A. Prinsip Secara Formal di Indonesia
            Di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law secara folmal tertera dalam pembukaan UUD 1945. Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga ”keadilan sosial” sehingga pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti rule of law adalah jaminan keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip diatas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama keadilan sosial.
            Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu sebagai berikut.
·      Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3)
·      Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat 1).
·      Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjug hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1).
·      Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat sepuluh pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,  jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1).
·      Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).

B.  Prinsip-prinsip Secara Hakiki dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
          Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan  “the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan pengalaman diberbagai negara dan hasil kajian, keberhasilan “the enforcement of the rules of law” tergantung kepada kepribadian nasional masing-masing bangsa (sunarjati hartono,1982). Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologi yang khas dan akar budaya yang khas pula. Rule of law ini juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran hukum yang didalamnya terkamdung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara sehingga memuat nilai-nilai tertentu yang memiliki struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui perbuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, dan tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rule of law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegaknya belum mencapai hasil yang optimal sehingga rasa keadilan sebagai  prwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan oleh sebagian besar masyarakat.

2.2.3 Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule Of Law

Agar pelaksanaan (Pengembangan) rule of law berjalan efektif sesuai dengan yang diharapkan, perlu diterapkan hal-hal berikut:
·         Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian nasional masing-masing bangsa.
·         Rule of law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada akar budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
·         Rule of law sebagai suatu legalisme yang membuat wawasan sosial, gagasan  tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus dapat ditegakkan secara adil dan hanya memihak kepada keadilan.

                 Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif (Satjipto Rahardjo,2004), yang memihak hanya kepada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik yang memihak  kepada kekuasaan seperti yang selama ini diperhatikan. Hukum progresif merupakan gagasan yang ingin mencari cara untuk mengatasi keterpurukan hukum di Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi dasar hukum progresif, yaitu “Hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya, hukum bukan merupakan institusi yang absolut yang final. Hukum selalu berada dalam proses untuk terus-menerus  menjadi (law as process, Law in the making). Hukum progresif memuat kandungan moral yang sangat kuat karena tidak ingin menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral, yaitu kemanusiaan. Hukum progresif peka terhadap perubahan-perubahan dan terpanggil untuk tampil melindungi rakyat untuk menuju hukum yang ideal. Hukum progresif menolak keadaan status quo. Ia merasa bebas untuk mencari format, pikiran, asas, serta aksi-aksi karena “Hukum untuk manusia.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus berada dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia atau “back to law and order”, yang berarti kembali kepada orde hukum dan  ketaatan dalam konteks Indonesia. Artinya, bangsa Indonesia harus berani mengangkat “Pancasila” sebagai alternatif dalam membangun negara berdasarkan  versi Indonesia sehingga dapat menjadi “rule of moral”  atau  “rule of justice”  yang bersifat  “ke-Indonesia-an”  yang lebih mengedepankan olah hati nurani daripada otak, atau lebih mengedepankam komitmen moral.



BAB III

PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Berdasarkan isi dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1)      Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu
2)      Rule of Law adalah gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan
3)      Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hokum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
4)      Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

3.2 Saran

Kepada para pembaca agar lebih banyak mencari informasi tentang HAM dan Rule of Law untuk memahami kedua aspek pembahasan tersebut


DAFTAR PUSTAKA


Herdiawan, H., & Hamdayama, J. (2010). Cerdas, Kritis, dan Aktif Berwargannegara. Jakarta: Erlangga.
Kaelan. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Jogjakarta: Paradigma.
Raika, Tika.2012.Pengertian-hak-asasi-manusia.        (diakses lewat internet) inforingankita.blogspot.com/.../
Chieva,C.”Perkembangan dan pemikiran ham di Indonesia”.2012. (diakses lewat internet)
chieva-chiezchua.blogspot.com