KATA PENGANTAR
Puja dan Puji Syukur hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan kasih sayang-Nya dan memberikan waktu kepada penulis untuk
menyelesaikan tugas makalah matakuliah Kewarganegaraan yang berjudul “Hak Asasi
Manusia dan Rule of Law” Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada beberapa
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah tentang ulasan mengenai Hak Asasi Manusia dan Rule of Law ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kewarganegaraan. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi lebih jauh mengenai
pengertian, konsep dasar Rule of Law serta mengenai hubungnanya dengan negara
dan HAM kepada pembaca.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran baik secara tertulis
ataupun secara lisan, khususnya kepada Dosen pengampu mata kuliah
Kewarganegaraan Bapak Susila agar
penulis bisa mengembangkan ilmu pengetahuannya, khususnya memahami tentang
Kewarganegaraan pada materi ini.
Bandung, 7 April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hak
Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang dimiliki manusia sejak ia lahir yang
berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapapun.Hak Asasi
merupakan sebuah bentuk anugrah yang diturunkan oleh Tuhan sebagai sesuatu
karunia yang paling mendasar dalam hidup manusia yang paling berharga. Hak
Asasi dilandasi dengan sebuah kebebasan setiap individu dalam menentukan jalan
hidupnya, tentunya Hak asasi juga tidak lepas dari kontrol bentuk norma-norma
yang ada. Hak-hak ini berisi tentang kesamaan atau keselarasan tanpa
membeda-bedakan suku, golongan, keturunanan, jabatan, agama dan lain sebagainya
antara setiap manusia yang hakikatnya adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.
Terkait
tentang hakikat hak asasi manusia, maka sangat penting sebagai makhluk ciptaan
Tuhan harus saling menjaga dan menghormati hak asasi masing-masing individu.
Namun pada kenyataannya, kita melihat perkembangan HAM di Negara ini masih
banyak bentuk pelanggaran HAM yang sering kita temui.
Rule
of Law adalah suatu doktrin yang mulai muncul pada abad ke 19, bersamaan dengan
kelahiran Negara konstitusi dan demokrasi. Rule of Law merupakan konsep tentang
common law dimana segenap lapisan masyarakat dan Negara beserta seluruh
kelembagaannya menjungjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip
keadilan dan egalitarian. Ada tidaknya Rule of Law dalam suatu Negara
ditentukan oleh kenyataan apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan,
dalam arti perlakuan yang adil baik sesama warga Negara maupun pemerintah
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut,
rumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
a. Apa pengertian dan ruang lingkup Hak Asasi Manusia
dan Rule of Law
b. Bagaimana perkembangan Hak Asasi Manusia di
Indonesia
c. Apa saja pelanggaran Hak Asasi Manusia
1.3 Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan sebagai
berikut :
a. Untuk mengetahui
pengertian Hak Asasi Manusia dan Rule of Law, serta mengetahui ruang lingkup
Hak Asasi Manusia dan Rule of Law
b. Untuk mengetahui perkembangan Hak Asasi Manusia di
Indonesia
c. Untuk mengetahui
pelanggaran apa sajakah yang sering terjadi terkait dengan Hak Asasi Manusia
maupun Rule of Law
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hak Asasi Manusia
2.1.1 Pengertian
HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia dan tanpa hak-hak itu, manusia tidak dapat
hidup layak sebagai manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya
didalam kehidupan masyarakat (Tilaar, 2001). HAM bersifat umum (universal) karena diyakini bahwa beberapa hak dimiliki
tanpa perbedaan atas bangsa, ras, atau jenis kelamim. HAM juga bersifat
supralegal, artinya tidak tergantung pada adanya suatu negara atau undang-undang dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki
kewenangan lebih tinggi karena berasal dari sumber yang lebih tinggi (Tuhan). UU No.39 Tahun 1999
Tentang HAM mendefinisikan HAM sebagai seperngkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Hendarmin Ranadireksa memberikan definisi mengenai hak asasi manusia, yaitu pada hakikatnya
hak asasi manusia adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi
warga negara mdari kemungkinan penindasan, pemasungan, atau pembatasan ruang gerak warga negara oleh negara. Artinya, ada
pembatasan-pembatasanm tertentu yang diberlakukan pada negara agar hak warga
negara yang paling hakiki terlindungi dari kesewenang-wenangan kekuasaan.
2.1.2 Ciri Pokok dan Tujuan HAM
Dasar Hak Asasi Manusia adalah manusia berada dalam kedudukan yang sejajar
dan memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai macam aspek untuk
mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang
ciri pokok hakikat HAM, yaitu sebagai berikut :
·
HAM tidak perlu diberikan, dibeli maupun
diwarisi.HAM merupakan bagian dari manusia secara otomatis .
·
HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis
kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, atau asal-usul sosial
bangsanya.
·
HAM tidak bisa dilanggar.Tidak sdorangpun mempunyai
hak untuk melanggar dan membatasi hak orang lain.
Tujuan Hak Asasi Manusia adalah :
·
HAM adalah alat untuk melindungi orang dari kekerasan
dan kesewenang-wenangan.
·
HAM mengenmbangkan saling menghargai antar manusia
·
HAM mendorong tindakan yang dilandasi kesadaran dan
tanggung jawab untuk menjamin bahwa hak-hak orang lain tidak dilanggar
2.1.3 Macam-macam Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia menurut
sifat/masyarakat pada umumnya, hak asasi manusia dapat dibagi enam macam,yaitu:
· Hak asasi pribadi (personal
right) yang meliputi kebebasan
menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.
· Has asasi ekonomi (proverty
right), yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli, dan menjual sesuatu serta memanfaatkannya.
· Hak asasi politik (political
right), yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak memilih (hak
memilih dan dipilih dalam pemilu), hak untuk mendirikan partai politik dan sebagainya.
· Hak asasi untuk mendapatkan
perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (right legal equality)
· Hak asasi sosial dan kebudayaan (social
and culture right), yaitu hak untuk memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
· Hak asasi untuk mendapatkan
perlakuan tata cara peradilan dan perlidungan (procedural right), misalnya perlakuaan
dalam hal penahanan. penangkapan, penggeledahan, peradilan, dan sebagainya.
2.1.4 HAM di Indonesia
Sejak kemerdekaan tahun 1945 sampai sekarang di Indonesia telah berlaku
tiga undang-undang dalam 4 periode, yaitu :
a. Periode
18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949, berlaku UUD 1945,
b. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, berlaku Konstitusi
Republik Indonesia Serikat.
c. Periode
17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959, berlaku UUDS 1950.
d. Periode 5
Juli 1959 sampai sekarang, berlaku kembali UUD 1945.
Pencantuman pasal-pasal tentang Hak-hak Asasi Manusia dalam tiga UUD
tersebut berbeda satu sama lain. Dalam UUD 1945 butir-butir Hak Asasi Manusia
hanya tercantum beberapa saja. Sementara Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950
hampir bula-bulat mencantumkan isi Deklarasi HAM dari PBB. Hal demikian ini
karna memang situasinya sangat dekat dengan Deklarasi HAM PBB yang masih
aktual. Di samping itu terdapat pula harapan masyarakat dunia agar deklarasi
HAM PBB dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar atau perundangan lainnya di
negara-negara anggota PBB, agar secara yuridis formal HAM dapat berlaku di
negara masing-masing.
Ketika UUD 1945 berlaku kembali sejak 5 Juli 1959, secara yuridis formal,
hak-hak asasi manusia tidak lagi lengkap seperti Deklarasi HAM PBB, karena yang
terdapat di dalam UUD 1945 hanya berisi beberapa pasal saja, khususnya pasal
27, 28, 29, 30 dan 31. Pada awal Orde baru saja tujuan Pemerintah adalah
melaksanakan hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945 serta berupaya
melengkapinya. Tugas untuk melengkapi
HAM ini ditanda tangani oleh sebuahh panitia MPRS yang kemudian menyusun Rancangan
Piagam Hak-hak Asasi Manusia serta hak-hak dan Kewajiban warganegara yang
dibahas dalam sidang MPRS tahun 1968. Dalam pembahasan ini sidang MPRS menemui
jalan buntu, sehingga akhirnya dihentikan. Begitu pila setelah MPR terbentuk
hasil pemilihan umum 1971 persoalan HAM tidak lagi diagendakan, bahkan
dipeti-eskan sampai tumbangnya Orde Baru di tahun 1998 yang berganti dengan era
Reformasi. Pada awal Reformasi itu pula diselenggarakan sidang istimewa MPR
tahun 1998 yang salah satu ketetapannya berisi Piagam HAM.
2.1.5 Lembaga penegak HAM
Hak
asasi manusia merupakan hak yang harus dilindungi, baik oleh individu,
masyarakat maupun oleh Negara. Hal ini dikarenakan Hak Asasi Manusia merupakan
hak paling asasi yang dimiliki oleh manusia sebagai anugerah yang diberikan
oleh Tuhan. Oleh sebab itu, HAM harus dijaga, dihormati dan ditegakkan dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tidak seorangpun berhak untuk melanggar
hak asasi yang dimiliki oleh manusia dengan alasan apapun.
Untuk
merealisasikan penegakan HAM di Indonesia, telah dibentuk suatu komisi mengenai
hak asasi manusia. Dasar hukum bagi penegakan HAM di Indonesia sudah sangat
jelas, baik melalui UUD, ketetapan MPR maupun perundang-undangan, baik yang
sudah disahkan, maupun ratifikasi dari konvensi hak asasi manusia yang ada di
dunia Internasional.
2.1.6 Komisi Nasional HAM
Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan
lembaga Negara lainnya yang berfungsi untuk melaksanakan pengkajian,
penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak asasi manusia.
Tujuan
Komnas HAM antara lain :
1. Mengembangkan
kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan
pancasila, UUD 1945 dan piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
2. Meningkatkan
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia
Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang
kehidupan
2.1.7 Hak Asasi Manusia Dalam Perundang-undangan Nasional
Dalam
peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hukum
tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi
(Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga,
dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan
seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan
lainnya.
Kelebihan
pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat, karena
perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam
ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang
antara lain melalui amandemen dan referendum. Sedangkan kelemahannya karena
yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti
ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara
itu bila pengaturan HAM melalui TAP MPR, kelemahannya tidak dapat memberikan
sangsi hokum bagi pelanggarnya. Sedangkan pengaturan HAM dalam bentuk
Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya pada kemungkinan
seringnya mengalami perubahan
2.1.8 Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia bersifat universal, yang artinya berlaku dimana saja,
untuk siapa saja, dan tidak dapat diambil siapapun. Hak-hak tersebut dibutuhkan
individu melindungi diri dam martabat kemanusiaan, juga seagai landasan moral
dlam bergaul dengan sesama manusia. Meskipun demikian bukan berarti manusia
dengan hak-haknya dapat berbuat sesuka hatinya maupun seenak-enaknya.
Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran
hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi
manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil
dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut UU no 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM, Pelanggaran HAM adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orng termasuk aparat negara baik
disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi,
dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin
oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan, atau dikhawatirksn tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum
yang berlaku. Kasus Ham sering kali terjadi, tidak hanya di Indonesia tapi juga
dinegara-negara lain di dunia. Di Indonesia sendiri kasus seperti ini masih
sering terjadi walaupun sudah ada lembaga yang berfungsi melakukan pengawasan
terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM di Indonesia seperti Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham). Pelanggaran hak asasi manusia dapat
terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar
warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah
dengan masyarakat.
Banyak macam Pelanggaran HAM di Indonesia, dari sekian banyak kasus ham
yang terjadi, tidak sedikit juga yang belum tuntas secara hukum, hal itu tentu
saja tak lepas dari kemauan dan itikad baik pemerintah untuk menyelesaikannya
sebagai pemegang kekuasaan sekaligus pengendali keadilan bagi bangsa ini.
a. Kasus pelanggaran HAM yang
bersifat berat, meliputi :
1)
Pembunuhan masal (genosida: setiap perbuatan yang
dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian
kelompok bangsa)
2)
Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3)
Penyiksaan
4)
Penghilangan orang secara paksa
5)
Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara
sistematis
a.
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1.
Pemukulan
2.
Penganiayaan
3.
Pencemaran nama baik
4.
Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5.
Menghilangkan nyawa orang lain
Penindakan terhadap pelanggaran HAM dilakukan melalui proses peradilan HAM
mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap
pelanggaran yang terjadi harus bersifat nondiskriminatif dan berkeadilan.
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Pengadilan
Umum.
Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang
daerah hukumnya meliputi daerah hokum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Pengadilan HAM bertugas memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi
manusia yang berat. Pengadilan HAM berwewenang juga memeriksa dan memutuskan
perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berada dan dilakukan diluar batas
territorial wilayah Negara Republik Indonesia oleh warga Negara Indonesia.
2.2 Rule of Law
Rule of law adalah suatu doktrin hukum yang mulai
muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan dengan
tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peren parlemen dalam penyelenggaraan
negara dan sebagai reaksi sebagai negara absolut yang berkembamng sebalumnya. Rule of law merupakan konsep tentang cammon
law dimana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh
kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip
keadilan dan egalitarin. Rule of law adalah rule by the law dan bukan rule by
the man. Ia lahir mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja ningrat, dan kerajaan; menggeser negara
kerajaan; dan memunculkan negara konstitusi, asal lahirnya doktrin rule of law. Ada tidaknya rule of law dalam suatu negara ditentukan oleh kenyataan
apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti perlakuaan yang adil, baik sesama warga negara maupun pemerintah. Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku disuatu negara merupakan suatu
premis bahwa kaidah-kaidah yang dilaksanakan itu merupakan hukum yang adil, artinya kaidah hukum
yang menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.
2.2.1 Pengertian dan Lingkup Rule Of Law
Friedman (1995) membedakan rule of law menjadi dua, yaitu pengertian secara
formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materiil (ideologikal). Secara formal, rule of law diartikan
sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya negara. Sementara itu , secara hakiki, rule of law terkait
dengan penegakan rule of law karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk
(just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan keadilan sehingga rule of law harus
menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat/bangsa.
Rule of law merupakan
suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani
melalui perbuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, dan tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
2.2.2 Prinsip-prinsip Rule of Law
Pengertian Rule of Law tidak
dapat dipisahkan dengan pengertian negara hukum atau rechts staat. Meskipun
demikian dalam negara yang menganut sistem Rule of Law harus memiliki prinsip-prinsip
yang jelas, terutama dalam hubungannya dengan realisasi Rule of Law itu
sendiri. Menurut Albert Venn Dicey dalam “Introduction
to the Law of The Constitution, memperkenalkan istilah the rule of law yang
secara sederhana diartikan sebagai suatu keteraturan hukum. Menurut Dicey
terdapat 3 unsur yang fundamental dalam Rule of Law, yaitu:
1)
supremasi aturan aturan hukum,tidak adanya kekuasaan
sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau memang
melanggar hukum;
2)
kedudukanmya yang sama dimuka hukum. Hala ini berlaku
baik bagi masyarakat biasa maupun pejabat negara; dan
3)
terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-Undang
serta keputusan pengadilan.
A. Prinsip Secara Formal di Indonesia
Di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law secara folmal tertera dalam
pembukaan UUD 1945. Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal
terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga ”keadilan sosial”
sehingga pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti rule of law adalah jaminan keadilan bagi
masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip diatas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi
penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip
rule of law secara formal termuat
didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu sebagai berikut.
· Negara Indonesia adalah negara
hukum (pasal 1 ayat 3)
· Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
(pasal 24 ayat 1).
· Segala warga negara bersamaan
kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjug hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1).
· Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat sepuluh pasal, antara lain bahwa
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1).
· Setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
(pasal 28 D ayat 2).
B. Prinsip-prinsip Secara
Hakiki dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Prinsip-prinsip rule
of law secara hakiki (materiil) sangat erat kaitannya dengan “the enforcement of the rules of law” dalam
penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law. Berdasarkan pengalaman
diberbagai negara dan hasil kajian, keberhasilan “the enforcement of the rules of law” tergantung kepada
kepribadian nasional masing-masing bangsa (sunarjati hartono,1982). Hal ini didukung oleh
kenyataan bahwa rule of law merupakan
institusi sosial yang memiliki struktur sosiologi yang khas dan akar budaya
yang khas pula. Rule of law ini juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran
hukum yang didalamnya terkamdung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara sehingga memuat nilai-nilai tertentu yang memiliki
struktur sosiologisnya sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui
perbuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, dan tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara kuantitatif, peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan rule
of law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun
implementasi/penegaknya belum mencapai hasil yang optimal sehingga rasa
keadilan sebagai prwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan oleh
sebagian besar masyarakat.
2.2.3 Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule Of Law
Agar pelaksanaan
(Pengembangan) rule of law berjalan efektif sesuai dengan yang diharapkan, perlu diterapkan
hal-hal berikut:
·
Keberhasilan “the enforcement of the rules of law”
harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian
nasional masing-masing bangsa.
·
Rule of law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada
akar budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
·
Rule of law sebagai suatu legalisme yang membuat wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus dapat ditegakkan
secara adil dan hanya memihak kepada keadilan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif (Satjipto Rahardjo,2004), yang memihak hanya
kepada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik yang memihak
kepada kekuasaan seperti yang selama ini diperhatikan. Hukum progresif
merupakan gagasan yang ingin mencari cara untuk mengatasi keterpurukan hukum di
Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi dasar hukum progresif, yaitu “Hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya, hukum bukan merupakan institusi yang absolut yang final. Hukum selalu berada
dalam proses untuk terus-menerus menjadi
(law as process, Law in the making). Hukum progresif memuat
kandungan moral yang sangat kuat karena tidak ingin menjadikan hukum sebagai
teknologi yang tidak bernurani, melainkan suatu institusi yang bermoral, yaitu kemanusiaan. Hukum progresif peka terhadap perubahan-perubahan dan terpanggil untuk
tampil melindungi rakyat untuk menuju hukum yang ideal. Hukum progresif menolak
keadaan status quo. Ia merasa bebas untuk mencari format, pikiran, asas, serta aksi-aksi karena “Hukum untuk manusia.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus berada dalam hubungan yang
sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia atau “back to law
and order”, yang berarti kembali kepada orde hukum dan
ketaatan dalam konteks Indonesia. Artinya, bangsa Indonesia harus berani mengangkat “Pancasila” sebagai alternatif
dalam membangun negara berdasarkan versi
Indonesia sehingga dapat menjadi “rule of moral” atau “rule of justice” yang bersifat “ke-Indonesia-an” yang lebih mengedepankan olah hati nurani daripada otak, atau lebih
mengedepankam komitmen moral.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
isi dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1)
Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri
manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang
harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu
2)
Rule of Law adalah gerakan masyarakat yang menghendaki
bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur
melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya
dengan segala peraturan perundang-undangan
3)
Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak
terdapat empat bentuk hokum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama,
dalam konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP
MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan
perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan
peraturan pelaksanaan lainnya.
4)
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang
yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak
akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku.
3.2 Saran
Kepada para pembaca agar lebih banyak mencari informasi tentang HAM dan
Rule of Law untuk memahami kedua aspek pembahasan tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Herdiawan, H., & Hamdayama, J. (2010). Cerdas, Kritis,
dan Aktif Berwargannegara. Jakarta: Erlangga.
Kaelan. (2007). Pendidikan
Kewarganegaraan. Jogjakarta: Paradigma.
Raika, Tika.2012.Pengertian-hak-asasi-manusia. (diakses lewat internet)
inforingankita.blogspot.com/.../
Chieva,C.”Perkembangan
dan pemikiran ham di Indonesia”.2012. (diakses lewat internet)
chieva-chiezchua.blogspot.com